Laman


Senin, 23 Mei 2011

24 08 1979- 21 05 2011

Found myself today

Oh I found myself and ran away

Something pulled me back

The voice of reason I forgot I had

All I know is just you're not here to say

What you always used to say

But it's written in the sky tonight



So I won't give up

No I won't break down

Sooner than it seems life turns around

And I will be strong

Even if it all goes wrong

When I'm standing in the dark I'll still believe

Someone's watching over me



Seen that ray of light

And it's shining on my destiny

Shining all the time

And I wont be afraid

To follow everywhere it's taking me

All I know is yesterday is gone

And right now I belong

Took this moment to my dreams



It doesn't matter what people say

And it doesn't matter how long it takes

Believe in yourself and you'll fly high

And it only matters how true you are

Be true to yourself and follow your heart



So I won't give up

No I won't break down

When I'm standing in the dark I'll still believe

That someone's watching over

Someone's watching over

Someone's watching over

Someone's watching over ...me....

***

bulan ini ada 4 peristiwa : hari pernikahanmu ( 10 mei ), hari pernikahan ortu qt ( 20 mei ), hari kelahiran belahan jiwamu ( 29 Mei ) dan hari wafatnya dirimu ( 21 Mei;00:20 ).... bulan ini bulan yang mengharu biru ya ka? T_T

Aku tak putus doa untukmu, kakakku. Semoga Amal ibadahmu selama ini menjadi bekalmu di ’sana’. Semoga pula segala kekhilafanmu terhapus dan menjadi ringan adanya menuju Sang Khalik. Selamat jalan, kak... Semua berasal dari NYA, kembali lagi kepadaNYA. Dan saat ini memang giliranmu. Esok hari suatu saat nanti kamipun mengalami hal yang sama. dari adikmu, H4NN1

Kamis, 28 Oktober 2010

my life..

Pernahkah kamu berlayar?

Okay. Mungkin kata ‘berlayar’ akan dengan segera menciptakan kesan kalau kamu sedang berada di atas sebuah kapal pesiar lalu pelesir ke pulau-pulau perawan dan menghabiskan waktu dengan minum cocktail atau menyelam di laut yang masih jernih bersama ikan-ikan yang bersembunyi di balik terumbu karang. Sebuah wisata istimewa; mahal sekaligus romantis, yang tidak mudah terlupakan, malah mungkin juga akan menagih.

Ya, ya. Mungkin itulah yang terbayang ketika saya bertanya, “Pernahkah kamu berlayar?”

Tapi bukan itu saja yang saya maksud, karena ‘berlayar’ yang saya tanyakan tadi adalah kegiatan menumpang sebuah kapal, entah pelesir mewah dengan cruise ship atau hanya berdesak-desakan di kapal feri untuk mengantarkan kamu menuju ke sebuah tempat yang terpisahkan oleh lautan yang sangat luas, juga dalam.

Iya. Berlayar yang seperti itu.

Jadi, jadi.

Saya tanya sekali lagi.

Pernahkah kamu berlayar? Dengan apa saja; kapal pesiar nan mewah, kapal feri penumpang, atau perahu layar pribadi. Pernahkah kamu?

Kalau jawabanmu adalah ‘tidak’, itu artinya, saya akan berpanjang-panjang cerita dengan kamu di sini. Nah, kamu mau menjadi korban kebawelan saya? Kalau iya, haha, silahkan ambil nomor antrian, duduk manis, dan selamat membaca… :)

Kalau dulu saya pernah mengibaratkan hidup adalah semacam roller coaster, naik turun dengan kecepatan tinggi, doyong kanan kiri masih tanpa mengurangi kecepatan, berputar sampai tiga ratus enam puluh derajat tanpa peduli pada manusia-manusia yang perutnya sudah mual bahkan kebelet pipis saking paniknya… well, kini saya menganggap perjalanan hidup adalah seperti menaiki perahu.

Iya. Perahu. Sebuah alat transportasi yang sanggup membelah laut dan memudahkan saya untuk bisa sampai ke suatu daratan lain yang terpisah lautan yang sangat dalam. Iya, perahu.. perahu. Persis seperti yang ada di bayangan kamu semua.

I imagine my life as a boat. Perahu yang berlayar dari pelabuhan menuju ke sebuah teman yang saya idam-idamkan. Sebuah tempat yang menjanjikan kesenangan. Ke sebuah tempat yang saya tahu saya akan menghabiskan waktu dengan tertawa, bercanda, minus rasa sedih yang terlalu berlarut-larut.

I imagine my life as a boat. Perahu yang berlayar mengarungi lautan yang tidak terukur kedalamannya, yang bisa jadi memiliki pusaran-pusaran air yang mampu menyedot masuk seluruh benda yang terapung di atasnya. Yang only God knows, sedahsyat apa ombak-ombak itu bergelung, merangkul, menjilati sisi-sisi lambung perahu, mendorongnya maju ke depan, mendoyongnya ke samping kiri dan kanan, bahkan bisa jadi memeluk habis perahu itu dan membawanya sampai ke dasar.

Life is a boat, indeed. Bukan perahu yang terparkir di dek suatu pelabuhan, melainkan perahu yang berlayar. Menyusuri lautan yang tak pernah kita tahu seberapa dalam. Menyusuri lautan yang tak pernah kita sangka seberapa berbahaya.

Hidup dimulai ketika perahu itu mulai mengangkat sauhnya, mulai bergerak meninggalkan pelabuhannya, mulai bergerak menuju ke tempat yang saya inginkan, yang menjadi tujuan saya dari awal.

Seperti sebuah perahu yang berlayar menyusuri lautan dalam, saya tidak akan pernah tahu apa yang kelak akan terjadi. Sekalipun dari awal saya berharap agar perjalanan nanti akan selalu menyenangkan, smooth sailing ride, dengan ombak yang tenang dan angin yang bersahabat serta langit yang secerah vanila, tapi saya harus tahu persis kalau bisa saja di dalam perjalanan nanti, saya akan menjumpai ombak yang bebas menggulung siapapun di atasnya, angin yang berubah menjadi badai dahsyat, dan langit yang menangis hebat.

Siapapun juga, tidak hanya saya, yang menginginkan perahunya berlayar dengan tenang dan softly reaches the perfect shore.

Siapapun juga, tidak hanya saya, yang mendambakan perjalanannya mulus-mulus saja, minus muntah, minus ketakutan-ketakutan, minus resah gelisah, dan perasaan yang tidak menyenangkan lainnya.

Siapapun juga. Dan itu termasuk kamu. Juga saya.

Tapi sekali lagi… apakah mungkin ombak akan tenang-tenang saja? Menurut saja ketika saya berucap, “Hey, Ombak! Be gentle with me, will ‘ya?”

Dan apakah hujan segera berhenti tumpah dari langit saat saya memohon padanya sambil berkata, “Hujan… I’m scared. Berhenti jatuh dari langit, please…“?

Tidak.
Ombak tetap akan bergulung.
Hujan akan tetap turun dengan dahsyatnya.

Because that’s what life is.

Tidak ada yang sempurna. Tidak akan selalu mudah dan managable, tapi bisa jadi akan sangat menakutkan, menyebalkan, meresahkan, dan membuat saya putus asa. Tapi juga tidak melulu menyebalkan dan menakutkan, karena smooth sailing bisa saja terjadi. Buktinya, banyak sekali perjalanan dengan kapal feri yang berhasil mengantarkan ribuan penumpangnya setiap hari, kan?

Itulah kenapa, saya mengatakan, I imagine my life is a boat. Mungkin bakal ada debur ombak yang terlalu keras tapi bisa jadi, ombak dan angin malah sangat bersahabat… Not always smooth sailing, I know. But once the boat is sailed, I have to deal with any hurricanes along the way….

(Dan karena saya tahu kalau hidup adalah sebuah kapal yang menyusuri lautan yang tak terduga, saya memang harus rajin-rajin memantau prakiraan cuaca dan menyiapkan safety jacket, just in case… ^_^ )

Selasa, 28 September 2010

Pada Perempuan itu ....

“ Nak,akhirnya kau datang jua!”
“Masuklah, ini rumahmu, usah ragu.”
Terdengar pekikan suara riang dari sebuah halaman rumah yang kumasuki. Aku menatap seraut wajah asing itu, bingung apa yang hendak ku katakan.Sekilas tampak guratan bahagia menyambut kedatanganku. Hup! Dengan semangat tangannya mulai mengapit lenganku yang masih berdiri tegak bagai patung batu, tak bersuara. Tangan yang lain mulai menarik koper dorongku, melewati halaman dengan rumput hijau segar memasuki ruang tamu, hingga tiba pada satu pintu yang tertutup kain gading berenda indah.
“ Nah, ini kamarmu, ba’a?Rancak ndak?” (Bagaimana? Bagus tidak?)
“Istirahatlah,lelah nampaknya kau, Nak, “ujarnya sambil membimbingku memasuki kamar tersebut dan meninggalkanku setelah berjanji akan menghidangkan masakan. Ku rebahkan tubuhku pada kasur empuk berseprei biru lembut. Beberapa foto tampak menghiasi dinding.Ku tatap satu foto berukuran sedang yang diletakkan di meja sudut kamar. Tampak foto pengantin berpakaian ala Minang dengan senyum bahagia. Lelaki pada foto itu begitu aku kenal, sedang perempuan yang disampingnya masih terlalu asing. Menatap foto itu, menatap sudut lain yang dihiasi pot indah dengan bunga warna merah segar.
“ Assalamu’alaikum, boleh masuk, Neng? “
Tiba-tiba terdengar suara lelaki mengetuk pintu kamar. Mendengar suara itu, segera aku bangkit menghambur ke pintu, setelah menjawab salamnya. Berjuta rindu tak mampu di bendung lagi.
“ Papiii!!!” Badanku menghambur dalam pelukan seorang lelaki yang telah lebih dari lima tahun tak pernah ku temui, sejak perpisahan itu.
“ Iya neng, ini papi..” Terdengar lelaki itu berkata dengan suara agak tercekat menahan isak mendekap erat tubuhku. “Gimana perjalanannnya lancar? Berapa jam dari Bandung ke Padang? Maaf, Papi tak sempat jemput di Bandara.Sehat, Neng? Kangen rasanya lihat anak papi yang satu ini” seberondong pertanyaan meluncur darinya. Ku tatap teduh matanya, terasa ia pun menyimpan berjuta kerinduan.
“ Ba’a ko Papi nih, anaknya masih capai, kok di tanya-tanya, biarkan istirahatlah...” perempuan asing yang tadi menyambutku, tiba-tiba berdiri di samping. “Neng, ini Mama, sudah kenalan?” ujar lelaki itu “ Masih ingat foto pernikahan yang Papi kirim beberapa tahun lalu? “ujarnya melanjutkan yang hanya ku jawab dengan anggukkan lemah tak berminat mendengarkan.
Kalau saja Papi tidak terus-menerus mengirimkan surat agar aku datang ke Padang menjenguknya, tak ingin rasanya aku kembali ke kota ini dan harus bertemu perempuan itu. Kehadirannya telah membawa kepedihan tersendiri bagiku. Kalau tak ada alasan libur kuliah satu bulan, tak ingin rasanya aku menghabiskan liburan ini disini. Sebuah kota yang dulu pernah menjadi tempat bahagiaku sebelum peristiwa itu terjadi. Perpisahan Mami dan Papi.
Jadilah ku isi hari-hari libur bersama Papi dan perempuan itu. Satu minggu berada bersamanya, masih berat rasanya lidah ini memanggilnya “mama” . Meskipun perempuan itu begitu baik memperlakukanku. Perhatian begitu tulus. Setiap hari tak pernah lepas hidangan meja makan dari berbagai masakan kesukaanku. Berbagai cara, ia usahakan agar liburanku berkesan. Mengajak jalan-jalan ke Bukit Tinggi, membeli sate di Pariaman, merasakan beningnya air terjun Ngarai Sihanok, dan berbagai tempat lainnya yang di rasakan olehnya harus ku nikmati.
Dua minggu bersamanya, terasa ada kenyamanan saat aku berada di dekatnya. Belaian tangannya di kepalaku saat tubuhku asyik berebah menikmati sajian televisi, begitu lembut. Ucapan halus saat memanggil namaku. Cubitan pada pipiku saat ia merasa gemas. Keberadaannya selama 24 jam mendampingiku, terasa begitu berarti. Seolah aku mendapatkan sesuatu yang sebelumnya tak pernah ku rasakan.
Tiga minggu bersamanya, lidah kaku ini telah berubah. Bagai burung kutilang yang selalu bersuara riang, begitulah aku saat bercerita di depan perempuan itu. Panggilan mama yang dulu enggan ku ucapkan, tak terasa mengalir dengan deru lancar dari bibir. Sehari tanpa panggilan itu rasanya ada yang kurang. Aku bebas bercerita padanya tentang beberapa pengalaman saat bolos sekolah, tentang beberapa orang teman laki-laki yang mulai mengirimkan surat cintanya, tentang kenakalanku saat SMA hingga di panggil ke ruang BP oleh wali kelas. Semua aku ceritakan tanpa ada beban bahwa wajahnya akan berubah menjadi merah marah atau suaranya akan melengking tinggi tanda tak setuju. Ia begitu tenang mendengarkan dengan sesekali menampakkan wajah tercengang di antara senyuman.
Di suatu hari, minggu keempat, saat aku baru saja menikmati indahnya bunga anggrek putih di taman, Mama mendekatiku, lalu menyodorkan selembar lipatan kertas “ Esok kau pulang nak, ini sikit kenang-kenangan. Bacalah jika ada waktu”. Ucapnya diiringi senyum. Ku ambil kertas tersebut, berwarna merah muda dengan hiasan bunga mawar kecil di setiap sudutnya.Setelah ku usapkan tangan pada baju untuk menghilangkan kotoran yang melekat, lipatan kertas itu ku buka.
Buat Anakku sayang: “Suara kehidupanku memang tak akan mampu menjangkau kehidupanmu; tapi marilah kita coba saling bicara barangkali kita dapat mengusir kesepian dan rasa jemu”
“ Aku memang hanya petempuan kedua.Tapi, izinkanlah aku mengisi bagian dirimu menjadi seorang ibu.Walau dari rahimku tak pernah terlahir engkau, anakku sayang”
***
Kini, tak terasa sudah 13 tahun waktu berselang sejak aku menerima surat tersebut. Berawal dari kenang-kenangan berupa surat yang di berikan mama-perempuan itu, aku mulai sering berkirim surat padanya. Berbagai kisah romantika hidup, sering ku ceritakan padanya. Keberadaannya bagiku telah menjadi satu sisi yang harus ada, ia adalah sahabat bagiku di saat kesepian dan kejenuhan menerpa silih berganti.
Seperti pintanya di akhir surat dahulu, kini aku memperlakukan perempuan itu bagai seorang ibu yang harus ku junjung tinggi. Walau dari rahimnya aku tak pernah terlahir, Tapi, perempuan itu adalah istri ayahku-seorang perempuan yang juga memiliki naluri ibu. Masih segar dalam ingatan, saat beberapa minggu aku tinggal bersamanya. Mama tak pernah jengah untuk berkata “Iko anak uniang, baru tibo kapatang” (Ini anak Uni, baru datang kemarin ), pada beberapa sanak famili ataupun tetangga yang sering bertanya.
Mengenal mama, hilang dalam benakku sosok buruk yang mengatakan ibu tiri kejam, ibu tiri tak punya kasih sayang.
Sungguh, padanya aku merasakan kasih sayang yang tak terhingga, kelembutan bahasanya yang indah, kesejukkan nasihat berharganya.
Curahan kasih sayang seorang ibu yang juga sering ku rasakan dari Mami-Ibu kandungku. Mama,ia adalah seorang wanita yang juga memiliki naluri seorang ibu. Dirinyapun, ingin merasakan selaksa kasih sayang dari anak suaminya tercinta, meski beberapa dari anaknya itu tak pernah terlahir darinya.
Pada perempuan itu, kini aku memanggilnya Mama. Menatap wajahnya padabingkai foto,memoriku merekam erat setiap lekukkan gurat wajahnya yang penuh kasih sayang. Ia kini mewarnai hidupku, duniaku. Kehadirannya mungkin pernah melukai hatiku, mencabik luka keluargaku. Tapi, sudahlah aku percaya di balik semua ini ada sutradara Mahakarya, Allah swt yang akan memberikan hikmah. Kini, tak ada luka menganga dariku, kakak dan adik-adikku, serta Mami padanya. Kami percaya, inilah hidup, life goes on. Ada sisi bahagia, ada sisi duka terluka. Kebahagiaan dan kedukaan yang memang harus ada bagai satu koin uang dengan dua sisi yang tak bisa terpisahkan.
Pada perempuan itu, ada cerita lain tentang seorang ibu yang mewarnai kehidupanku saat ini.

Minggu, 26 September 2010

sebuah nama sebuah kisah(Thank you for being a friend...you are apreciated more than you know...)

Mengenal begitu banyak orang di muka bumi ini, sering membuatku “kaget” ya terlalu berharap orang akan membalas kebaikan yang kita berikan mungkin ya? Jadi kalau suatu saat ternyata justru ketidakbaikkan yang orang itu berikan pada kita pastinya kita kecewa berat, apalagi kalau kita benar-benar merasa telah mengenalnya. Semua itu akan kita ketahui jika kita telah melewati sebuah proses. Basically enggak ada orang yang sempurna, karena pada dasarnya semua orang memiliki sifat buruk. Selain juga semua orang diciptakan dengan karakter yang berbeda. Justru hal-hal yang tidak sempurna itu merupakan tantangan yang harus kita hadapi 


Sebuah hubungan, baik itu pertemanan ataupun persahabatan seperti layaknya pekerjaan, butuh kerja keras supaya kita bisa makin mendalaminya. Jadi nggak semata-mata bisa berhasil begitu aja. Intinya, dengan melewati deretan waktu dan serangkaian proses kita bisa mengkaji dan mengkaji lagi, apakah kita bisa benar-benar menerima orang itu atau tidak. Lucunya, semakin kita kenal dia, menurutku kita malah makin nggak kenal sama dia.
 Artinya….semakin kita mengenal seseorang, semakin keluar sifat aslinya. Dan kitapun jadi semakin kaget saat dia melakukan sesuatu yang berada di luar ekspektasi kita. Kalau kita sudah berkomitmen untuk bersahabat dengannya, akhirnya yang bisa kita lakukan hanya mencoba mengerti dan menerimanya khan?
Apa itu membuat kita sulit untuk membuka persahabatan? Mungkin itu membuat sedikit sulit, tapi memang tidak akan pernah kita dapatkan 100% orang yang sesuai dengan kriteria kita dalam memilih seorang sahabat. Kunci suksesnya sebuah persahabatan, karena ada usaha memahami, menerima, dan memperbaiki, bukan karena sifat yang serasi alias aku ‘sepaham ama dia’.
Ku tanam pohon persahabatan,
berakar kesetiaan,
berdaun kepercayaan,
berbunga pengorbanan,
berbuah pengertian,
dirawat dengan kasih sayang,
di siram dengan ketulusan, dan
dipupuk dengan kejujuran ( H4NN1) 
 ...

Selasa, 14 September 2010

awas LBD di sekitar anda!


Sudah kubilang jangan terlalu yakin
Mulut lelaki banyak juga tak jujur
Bila sakit hati wanita bisanya nangis

Sudah ku bilang jangan terlalu cinta
Kalau patah hati siapa mau nolong
Seperti langit dan matahari tak bersatu lagi

Hey ladies sekarang cinta pakai otak
Jangan mau rugi hati dan juga rugi waktu
Bila dia merayumu ingat semuanya bohong

Memanglah tak semua laki-laki busuk
Namun ladies tetaplah harus waspada
Semogalah kita semua akhirnya
Mendapatkan cinta yang tulus
( hey ladies- Rossa )


Pengorbanan mah layaknya buat orang-orang yang selama ini juga berkorban untuk kita.jeng!
Pengorbanan cuma layak diterima oleh orang-orang yang selama ini tulus mencintai kita, bahkan ketika kita tidak bisa memberikan apapun padanya.
Bila air mata kita diperuntukkan buat orang yang kita aja nggak tahu sedalam apa ia mencintai kita, apa nggak salah alamat tuh pengorbanan yang kita berikan?
Coba kita renungkan seberapa banyak orang yang salah menempatkan arti pengorbanan ini dalam hidupnya dan seberapa banyak orang yang justru menyandang status sebagai “korban” selamanya, Cuma karena nggak pandai memilah mana hal yang memang pantas kita korbankan dan siapa orang yang pantas menerima pengorbanan kita.
Sobat, pengorbanan memang indah, tentunya keindahan itu hanya pantas diterima oleh orang-orang yang selama ini dengan keindahannya menyinari kehidupan kita bukan?
Pengorbanan adalah hal yang terindah diberikan pada orang yang selama ini memberikan hatinya manakala kita dilanda resah dan kesulitan, misalnya kepada orang tua kita, saudara kita, sahabat kita....dan yang pasti cintailah sang Maha yang memberi cinta, itu yang paling utama.
"maka sobat, berhati-hatilah dimana kamu berdiri, sebab sandaran kepalamu adalah nyawa bagi esok hari".

( sedikit catatanku untuk tambahan lirik di atas)