Laman


Kamis, 28 Oktober 2010

my life..

Pernahkah kamu berlayar?

Okay. Mungkin kata ‘berlayar’ akan dengan segera menciptakan kesan kalau kamu sedang berada di atas sebuah kapal pesiar lalu pelesir ke pulau-pulau perawan dan menghabiskan waktu dengan minum cocktail atau menyelam di laut yang masih jernih bersama ikan-ikan yang bersembunyi di balik terumbu karang. Sebuah wisata istimewa; mahal sekaligus romantis, yang tidak mudah terlupakan, malah mungkin juga akan menagih.

Ya, ya. Mungkin itulah yang terbayang ketika saya bertanya, “Pernahkah kamu berlayar?”

Tapi bukan itu saja yang saya maksud, karena ‘berlayar’ yang saya tanyakan tadi adalah kegiatan menumpang sebuah kapal, entah pelesir mewah dengan cruise ship atau hanya berdesak-desakan di kapal feri untuk mengantarkan kamu menuju ke sebuah tempat yang terpisahkan oleh lautan yang sangat luas, juga dalam.

Iya. Berlayar yang seperti itu.

Jadi, jadi.

Saya tanya sekali lagi.

Pernahkah kamu berlayar? Dengan apa saja; kapal pesiar nan mewah, kapal feri penumpang, atau perahu layar pribadi. Pernahkah kamu?

Kalau jawabanmu adalah ‘tidak’, itu artinya, saya akan berpanjang-panjang cerita dengan kamu di sini. Nah, kamu mau menjadi korban kebawelan saya? Kalau iya, haha, silahkan ambil nomor antrian, duduk manis, dan selamat membaca… :)

Kalau dulu saya pernah mengibaratkan hidup adalah semacam roller coaster, naik turun dengan kecepatan tinggi, doyong kanan kiri masih tanpa mengurangi kecepatan, berputar sampai tiga ratus enam puluh derajat tanpa peduli pada manusia-manusia yang perutnya sudah mual bahkan kebelet pipis saking paniknya… well, kini saya menganggap perjalanan hidup adalah seperti menaiki perahu.

Iya. Perahu. Sebuah alat transportasi yang sanggup membelah laut dan memudahkan saya untuk bisa sampai ke suatu daratan lain yang terpisah lautan yang sangat dalam. Iya, perahu.. perahu. Persis seperti yang ada di bayangan kamu semua.

I imagine my life as a boat. Perahu yang berlayar dari pelabuhan menuju ke sebuah teman yang saya idam-idamkan. Sebuah tempat yang menjanjikan kesenangan. Ke sebuah tempat yang saya tahu saya akan menghabiskan waktu dengan tertawa, bercanda, minus rasa sedih yang terlalu berlarut-larut.

I imagine my life as a boat. Perahu yang berlayar mengarungi lautan yang tidak terukur kedalamannya, yang bisa jadi memiliki pusaran-pusaran air yang mampu menyedot masuk seluruh benda yang terapung di atasnya. Yang only God knows, sedahsyat apa ombak-ombak itu bergelung, merangkul, menjilati sisi-sisi lambung perahu, mendorongnya maju ke depan, mendoyongnya ke samping kiri dan kanan, bahkan bisa jadi memeluk habis perahu itu dan membawanya sampai ke dasar.

Life is a boat, indeed. Bukan perahu yang terparkir di dek suatu pelabuhan, melainkan perahu yang berlayar. Menyusuri lautan yang tak pernah kita tahu seberapa dalam. Menyusuri lautan yang tak pernah kita sangka seberapa berbahaya.

Hidup dimulai ketika perahu itu mulai mengangkat sauhnya, mulai bergerak meninggalkan pelabuhannya, mulai bergerak menuju ke tempat yang saya inginkan, yang menjadi tujuan saya dari awal.

Seperti sebuah perahu yang berlayar menyusuri lautan dalam, saya tidak akan pernah tahu apa yang kelak akan terjadi. Sekalipun dari awal saya berharap agar perjalanan nanti akan selalu menyenangkan, smooth sailing ride, dengan ombak yang tenang dan angin yang bersahabat serta langit yang secerah vanila, tapi saya harus tahu persis kalau bisa saja di dalam perjalanan nanti, saya akan menjumpai ombak yang bebas menggulung siapapun di atasnya, angin yang berubah menjadi badai dahsyat, dan langit yang menangis hebat.

Siapapun juga, tidak hanya saya, yang menginginkan perahunya berlayar dengan tenang dan softly reaches the perfect shore.

Siapapun juga, tidak hanya saya, yang mendambakan perjalanannya mulus-mulus saja, minus muntah, minus ketakutan-ketakutan, minus resah gelisah, dan perasaan yang tidak menyenangkan lainnya.

Siapapun juga. Dan itu termasuk kamu. Juga saya.

Tapi sekali lagi… apakah mungkin ombak akan tenang-tenang saja? Menurut saja ketika saya berucap, “Hey, Ombak! Be gentle with me, will ‘ya?”

Dan apakah hujan segera berhenti tumpah dari langit saat saya memohon padanya sambil berkata, “Hujan… I’m scared. Berhenti jatuh dari langit, please…“?

Tidak.
Ombak tetap akan bergulung.
Hujan akan tetap turun dengan dahsyatnya.

Because that’s what life is.

Tidak ada yang sempurna. Tidak akan selalu mudah dan managable, tapi bisa jadi akan sangat menakutkan, menyebalkan, meresahkan, dan membuat saya putus asa. Tapi juga tidak melulu menyebalkan dan menakutkan, karena smooth sailing bisa saja terjadi. Buktinya, banyak sekali perjalanan dengan kapal feri yang berhasil mengantarkan ribuan penumpangnya setiap hari, kan?

Itulah kenapa, saya mengatakan, I imagine my life is a boat. Mungkin bakal ada debur ombak yang terlalu keras tapi bisa jadi, ombak dan angin malah sangat bersahabat… Not always smooth sailing, I know. But once the boat is sailed, I have to deal with any hurricanes along the way….

(Dan karena saya tahu kalau hidup adalah sebuah kapal yang menyusuri lautan yang tak terduga, saya memang harus rajin-rajin memantau prakiraan cuaca dan menyiapkan safety jacket, just in case… ^_^ )